2.6 Teori Komunikasi Antar Budaya
2.6.1 Definisi Teori Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi (William B. Hart II,1996). Kita dapat juga memberikan definisi komunikasi antarbudaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan dengan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Dengan pemahaman yang sama maka komunikasi antarbudaya dapat diartikan melalui beberapa pernyataan sebagai berikut:
Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya.
Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Komunikasi antarbudaya merupakan pembagian pesan yang terbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seseorang yang berkebudayaan tertentu kepada seseorang yang berkebudayaan lain.
Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaannya.
Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu.
Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan, atau perasaan diantara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilanpribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan.
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Kemampuan lintas budaya terdiri atas tiga komponen, diantaranya :
Komponen pengetahuan (knowledge)
Definisi dari pengetahuan adalah pemahaman akan pentingnya identitas etnik/kebudayaan dan kemampuan melihat apa yang penting bagi orang lain. Artinya, mengetahui tentang suatu identitas kebudayaan dan mampu melihat segala perbedaan, misalnya, antara ah;li identitas kolektif dan ahli identitas individu.
Komponen kesadaran (mindfulness)
Kesadaran secara sederhana berarti secara biasa dan teliti untuk menyadari. Hal ini berarti kesiapan berganti ke perspektif baru.
Komponen kemampuan (skill)
Kemampuan mengacu kepada kemampuan untuk menegosiasi identitas melalui observasi yang teliti, menyimak, empati, kepekaan non-verbal, kesopanan, penyusunan ulang, dan kolaborasi. Anda tahu jika anda memperoleh negosiasi identitas yang efektif jika kedua pihak merasa dipahami, dihormati, dan dihargai.
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan.
Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita.
Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara
Fungsi Komunikasi Antar Budaya
Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi komunikasi antar budaya adalah fungsi-fungsi komunikasi antar budaya yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
a. Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
b. Menyatakan intergrasi social
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi.
c. Menambah pengetahuan
Seringkali komunikasi antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
Fungsi Sosial
a. Pengawasan
Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
b. Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh berbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
c. Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
d. Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian dari kebudayaan lain. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
2.6.2 Asumsi Teori Komunikasi Antarbudaya
Didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994:19).
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003:13). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu kode.
Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu:
a. Jarak kekuasaan (power distance)
b. Maskulinitas.
c. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).
d. Individualisme.
2.6.3 Teori-teori Komunikasi Antarbudaya; Pencetus Teori dan Latar
Belakang Teori.
2.6.3.1 Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara keraguan dan ketakutan. Perbedaannya dapat dijelaskan dengan apakah seseorang merupakan anggota dari sebuah kebudayaan dengan konteks yang tinggi atau kebudayaan dengan konteks yang rendah. Kebudayaan dengan konteks yang tinggi sangat mengandalkan keseluruhan situasi untuk menafsirkan kejadian-kejadian dan kebudayaan dengan konteks rendah lebih mengandalkan pada isi verbal yang jelas dari pesan-pesan. Para anggota kebudayaan dengan konteks yang tinggi, seperti orang-orang Jepang, mengandalkan isyarat non-verbal dan informasi tentang latar belakang seseorang untuk mengurangi ketidakpastian, tetapi para anggota dari kebudayaan dengan konteks rendah seperti orang-orang inggris menanyakan pertanyaan langsung berhubungan dengan pengalaman, sikap dan keyakinan.
William Gudykunst menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
Di tahun-tahun terakhir, Gudykunst telah memperluas teori ini secara mendalam, bahwa teori tersebut sekarang telah mencakup sekitar 50 dalil yang berhubungan dengan konsep diri, motivasi, reaksi, terhadap orang yang baru, penggolongan sosial, proses-proses situasional, hubungan dengan orang-orang baru, dan beberapa hal lain yang berhubungan dengan kecemasan dan keefektifan. Jelasnya, kecemasan dan ketidakpastian berhubungan dengan seluruh sifat-sifat komunikasi, prilaku, dan pola-pola, serta kombinasi ini mempengaruhi apa yang kita lakukan dalam percakapan dengan orang-orang yang tidak kita kenal.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.
Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing.Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara akurat.
Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.
Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.
2.6.3.2 Teori Negosiasi Rupa (Face Negotiation Theory)
Dikembangkan oleh Stella Ting-Toomey dan koleganya, teori negoisasi rupa memberikan sebuah dasar untuk memperkirakan bagaimana manusia akan menyelesaikan karya rupa dalam kebudayaan yang berbeda.Jadi, ini adalah perluasan alami dari teori-teori tentang argumentasi. Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat.
Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Budaya memiliki dampak signifikan terhadap bagaimana orang berkomunikasi dan mengelola konflik satu sama lain secara individu, dan antar kelompok. Budaya memberikan kerangka acuan untuk interaksi individu dan kelompok karena terdiri dari nilai, norma, kepercayaan, dan tradisi yang memainkan peranan besar dalam bagaimana seseorang atau kelompok mengidentifikasi diri.
Dr Ting-Toomey menyatakan bahwa konflik dapat berasal baik dari benturan langsung dari kepercayaan budaya dan nilai-nilai, atau sebagai akibat dari misapplying harapan tertentu dan standar perilaku untuk suatu situasi tertentu. Face-Negosiasi Teori mengidentifikasi tiga masalah tujuan bahwa konflik akan berkisar:. Konten, relasional, dan identitas.
Konten tujuan konflik adalah isu-isu eksternal yang individu memegang dalam hal tinggi. Tujuan konflik relasional, seperti namanya, lihat bagaimana individu mendefinisikan, atau idealnya akan mendefinisikan hubungan mereka dengan anggota lain dalam situasi konflik.
Akhirnya, identitas gol berbasis melibatkan masalah konfirmasi identitas, rasa hormat, dan persetujuan dari anggota konflik. Tujuan ini memiliki koneksi terdalam dengan budaya dan mereka yang paling langsung berhubungan dengan menyelamatkan muka isu.
Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.
Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising, dominating, dan integrating bertukar-tukar menurut campuran perhatian mereka untuk self-face dan other –face
2.6.3.3 Teori Kode Berbicara (Speech Codes Theory)
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati) dan moralitas dari perilaku komunikasi.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Teori kode berbicara mengacu pada kerangka kerja untuk komunikasi dalam masyarakat tutur tertentu. Sebagai disiplin akademis, ini mengeksplorasi cara di mana kelompok berkomunikasi berdasarkan sosial, jenis kelamin budaya, pekerjaan atau faktor lainnya. Sebuah kode berbicara juga dapat didefinisikan sebagai "sistem konstruksi sosial historis berlaku istilah, makna, tempat, dan aturan, tentang perilaku komunikatif."
Definisi dasar dari kode berbicara sosiolog Basil Bernstein adalah, "sebuah prinsip coding adalah aturan yang mengatur apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya dalam konteks tertentu" (Miller, 2005).
Menurut profesor komunikasi dan penulis Katherine Miller (2005), teori kode berbicara memiliki latar belakang dalam antropologi, linguistik dan komunikasi. Pengaruh penting lainnyaadalah karyaantropolog danahli bahasa DelHymes (Miller, 2005). Fokusnya adalah pada praktek pidato lokal dalam situasi budaya dansosial.
Dell Hymes menemukan model berbicara yang akan membantu dalam kode berbicara di komunitas tertentu (sebagaimana dilaporkan oleh Miller), diantaranya:
• Situasi (pengaturan atau adegan)
• Peserta (analisis kepribadian dan posisi sosial atau hubungan)
• Ends (tujuan dan hasil)
• Kisah Para Rasul(pesan, bentuk, isi, dll)
• Kunci (nada atau mode)
• Sarana (saluran atau modalitas digunakan)
• Norma (kerangka kerja untuk memproduksi dan pengolahan pesan)
• Genre (jenis interaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar