2.3 Teori Komunikasi Kelompok
2.3.1 Definisi Teori Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang – orang yang terdiri darii tiga atau lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara mereka satu sama lainnya, terutama kelompok primer. Intensitas hubungan di antara mereka merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut. kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka.
Menurut Dedy Mulyana kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Pada komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Menurut Anwar Arifin komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Dari dua definisi di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.
Karakteristik kelompok kecil adalah sebagai berikut :
Jumahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima.
Para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan beberapa cara.
Di antara anggota kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama.
Para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur yang terorganisasi.
Kelompok kecil melaksanakan kegiatannya dengan berbagai format. Format yang paling populer adalah panel atau meja-bundar, seminar, simposium, dan simposium-forum.
Panel atau Meja Bundar. Dalam format panel atau meja bundar, anggota kelompok mengatur diri mereka sendiri dalam pola melingkar atau semi-melingkar. Mereka berbagi informasi atau memecahkan permasalahan tanpa pengaturan siapa dan kapan mereka berbicara. Anggota akan memberikan kontribusinya jika mereka sendiri merasakan merasakan layak itu.
Seminar. Dalam seminar, anggota kelompok adalah “para pakar” dan berpartisipasi dalam format panel atau meja bundar. Perbedaannya adalah dalam seminar terdapat peserta yang anggotanya diminta untuk berkontribusi. Mereka ini bisa diminta untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan beberapa umpan balik.
Simposium, setiap anggota menyajikan presentasi yang telah disiapkan, seperti halnya pidato di depan umum. Semua pembicara menilik dari aspek yang berbeda mengenai suatu topik. Dalam simposium, pemimpin akan memperkenalkan para pembicara, mengatur alur dari satu pembicara ke pembicara lain, dan bisa juga menyampaikan ringkasannya secara berkala.
Simposium-Forum. Simposium-forum terdiri dari dua bagian: simposium, dengan pembicara yang sudah disiapkan, dan forum, yang mempersilakan para hadirin untuk mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh pembicara. Pimpinan akan memperkenalkan para pembicara dan menjadi moderator dalam acara tanya jawab.
Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan dengan adanya fungsi-fungsi yang dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut, antara lain fungsi hubungan sosial, fungsi pendidikan, fungsi persuasi, fungsi pemecahan masalah, fungsi pembuatan keputusan, dan fungsi terapi.
Berikut beberapa klasifikasi kelompok dan karakteristik komunikasinya menurut para ahli :
• Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya :
Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana pribadi saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
• Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.
• Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif melihat proses pembentukan kelompok secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:
a. kelompok tugas.
b. kelompok pertemuan.
c. kelompok penyadar.
2.3.2 Asumsi Komunikasi Kelompok
Para Psikolog Sosisal juga mengenal mode. Pada tahun 1960-an, tema uatama mereka adalah persepsi sosial. Pada dasawarsa ini berikutnya, tema ini memudaar. Studi tentang pembentukan dan perubhan sikap juga mengalami pasang surut. Pernah menjadi mode sampai tahun 1950-an, memudar pada dasawarsa berikutnya., dan populer lagi pada akhir 1970-an. Begitu pula study kelompok. Pada tahun 1940-an, ketika dunia dilanda perang, kelompok menjadi pusat perhatian. Setelah perang beralih ke individu, dan bertahan sampai dengan tahun 1970-an. Akhir 1970-an, minat yang tinggi tumbuh kembali pada study kelompok, dan seperti yang diramalkan oleh Steiner (1974) menjadi dominan pada tahun 1980-an. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebgai metode pendidikan yang efektif. Menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan ggasan kreatif, sedangkan para psikiater komunikasi kelompok sebagai wahana untuk memperbaharui kesehatan mental serat para ideolog juga menyaksiakan komunikasi kelompok sebgai sarana untuk meningkatkankesadaran politik ideologis. Minat yang tinggitelah memperkaya pengetahuan kita tentang berbagai jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku kita.
2.3.3 Teori-teori Komunikasi Kelompok; Pencetus Teori dan Latar
Belakang Teori.
2.3.3.1 Sosial Exchange Model (Model Pertukaran Sosial)
Dalam teori pertukaran sosial, interaksi manusia layaknya sebuah transaksi ekonomi : Anda mencoba untuk memaksimalkan manfaat dan memperkecil biaya. Diterapkan pada penetrasi sosial, Anda akan menyingkap informasi tentang diri Anda ketika rasio biaya manfaatnya sesuai bagi Anda.
Menurut Altman dan Taylor, rekan dalam berhubungan tersebut pada saat tertentu, tetapi juga menggunakan informasi yang ada pada mereka juga menggunakan informasiyang ada pada mereka untuk memperkirakan manfaat dan bioaya di masa yang akan datang. Selama manfaat lebih besar dari biayanya, pasangan tersebut akan semakin dekat dengan lebih banyak berbagi dan lebih banyak informasi pribadi.
Menurut Thibaut dan Kelley yang mengemukakan bahwa orang meng evaluasi hubungan dengan orang lain. Model ini memandang hubungan antarpersonal sebagai suatu transaksi dagang, maksudnya adalah orang hubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya.
Asumsi Dasar Sosial Exchange Model
Altman dan Taylor menyatakan ada empat tahap dalam pengembangan sosial dalam proses komunikasi dalam kehidupan manusia, diantaranya :
1. Orientasi
Orientasi terdiri atas komunikasi tidak dengan orang tertentu, dimana seseorang hanya mengungkapkan informasi yang sangat umum. Jika manfaat ini bermanfaat bagi pelaku hubungan, mereka akan bergerak ke tahap selanjutnya, yaitu ketahap pertukaran afektif eksploratif.
2. Pertukaran afektif eksploratif
Gerakan yang menuju sebuah tingkat yang lebih dalam dari pengungkapan yang terjadi.
3. Pertukaran afektif
Pertukaran afektif terpusat pada perasaan mengkritik dan mengevaluasi pada tingkat yang lebih dalam. Thap ini tidak akan dimasuki kecuali mereka menerima manfaat yang besar yang sesuai dengan biaya dalam tahap sebelumnya.
4. Pertukaran yang seimbang
Kedekatan yang tinggi dan memungkinkan mereka untuk saling memperkirakan tindakan dan respons dengan baik.
Menurut Thibaut dan Kelley, asumsi dasar yang mendasari seluruh analisisnya bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalm hubungan social hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan di tinjau dari beberapa segi, antara lain :
Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan.
Biaya adalah akibat yang dinilai negative yang terjadi dalam suatu hubungan.
Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya
Tingkat perbandingan menunjukan ukuran baku (standar) yang dipaki sebagai criteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
Dengan mempertimbangkan konsekuensinya, khusus terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang akan memutuskan untuk tetap tinggal dalam hubungan tersebut atau meninggalkannya. Ukuran bagi keseimbangan antara ganjaran dan upaya ini disebut comparison levels, dimana di atas ambang ukuran tersebut orangkan merasa puas dengan hubungan.
Roloff (1981) mengemukakan bahwa asumsi tentang perhitungan antara ganjaran dan upaya tidak bahwa orang selalu berusaha untuk saling mengekploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan hubungan yang dapat memberikan hasil yang diinginkan.
Hubungan yang ideal akan terjadi bilamana kedua belah pihak dapat saling memberikan cukup keuntungan sehingga berhubungan tersebut menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan kedua belah pihak.
Ada 4 konsep pokok dari teori pertukaran sosial, yaitu :
Pengorbanan adalah elemen dari sebuah hubungan yang memiliki nilai negatif bagi seseorang
Penghargaan adalah elemen-elemen dalam sebuah hubungan yang memiliki nilai positif
Nilai akhir adalah suatu penilaian apakah seseorang akan meneruskan hubungannya atau mengakhirinya
Tingkat perbandingan yang menunjukkan ukuran baku yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
Inti dari teori pembelajaran sosial dan pertukaran sosial adalah perilaku sosial seseorang hanya bisa dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik. Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungan. Para teoritikus Pertukaran Sosial berpendapat bahwa semua orang menilai hubungan mereka dengan melihat pengorbanan dan penghargaan. Semua hubungan membutuhkan waktu dari partisipannya.
Hubungan yang positif adalah hubungan di mana nilainya merupakan angka positif; maksudnya, penghargaan lebih besar daripada pengorbanan. Hubungan di mana nilainya adalah angka negatif (pengorbanan melebihi penghargaan) cenderung negatif untuk para partisipannya.
Teori Pertukaran Sosial bahkan melangkah lebih jauh dengan memprediksikan bahwa nilai dari sebuah hubungan memengaruhi hasil akhir atau apakah orang akan meneruskan suatu hubungan atau mengakhirinya. Hubungan yang positif biasanya dapat diharapkan untuk bertahan, sedangkan hubungan yang negatif mungkin akan berakhir.
2.3.3.2 Fundamental Interpersonal Relations Orientation (FIRO)
Theory
Teori Fundamental Interpersonal Relations Orientation (FIRO) Theory ditemukan oleh William C. Schultz. Teori ini ditemukan pada tahun 1960 untuk menggambarkan hal dasar mengenai perilaku komunikasi di suatu kelompok kecil. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memasuki kelompok karena adanya tiga kebutuhan interpersonal, yaitu : inclusion, control, dan affection
Teori ini memiliki kesinambungan dari yang diuraikan oleh Cragan dan Wright bahwa ada dua dimensi interpersonal yang mempengaruhi keefektifan suatu kelompok, yaitu: kebutuhan interpersonal dan proses interpersonal yang meliputi keterbukaan (disclosure), percaya, dan empati. Awal dari teori ini yaitu minat Schutz terhadap pembentukan kelompok-kelompok kerja yang efektif. Pengamatan yang dilakukan Schutz sangat dipengaruhi oleh karya-karya Bion (1949) dan Redl (1942) sehingga tidak mengherankan teori yang diungkapkan oleh Schutz sangat berbau psikoanalisis.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Ide pokok dari FIRO Theory adalah bahwa setiap orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan cara tertentu dan cara ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilakunya dalam hubungan dengan orang lain dalam sebuh kelompok. Asumsi dasar dari teori ini adalah suatu individu terdorong untuk memasuki suatu kelompok karena didasari oleh beberapa hal, yaitu :
1. Inclusion, yaitu keinginan seseorang untuk masuk dalam suatu kelompok. Dalam posisi ini, seseorang cenderung berpikir bagaimana cara mereka berinteraksi dalam lingkungan kelompok yang baru ini, seperti sikap apa yang akan saya ambil jika saya memasuki kelompok ini. Dalam situasi ini, akan ada dua kemungkinan yang akan dilakukan, yaitu bereaksi berlebihan (over-react) seperti mendominasi pembicaraan, dan bereaksi kekurangan (under-react) seperti lebih sering mendengarkan atau hanya ingin membagi sebagian kisah hidup kepada orang-orang yang dipercayai saja.
2. Control, yaitu suatu sikap seseorang untuk mengendalikan atau mengatur orang lain dalam suatu tatanan hierarkis. Dalam posisi ini pembagian kerja seperti sangat dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang produktif. Situasi ini dapat menciptakan beberapa sikap, yaitu otokrat (sikap individu yang memiliki kecenderungan lebih kuat atau mendominasi dari pada anggota kelompok lainnya), dan abdikrat (sikap individu yang menyerah dan cenderung mengikuti apa yang dikatakan oleh individu yang mendominasi).
3. Affection, yaitu suatu keadaan dimana seseorang ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain. Dalam situasi ini, seseorang membutuhkan kasih sayang sebagai suatu pendukung dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sikap seperti ini akan menciptakan overpersonal (suatu keadaan dalam diri individu dimana tidak dapat mengerjakan pekerjaan karena tidak adanya ikatan kasih sayang), dan underpersonal(suatu keadaan dalam diri individu dimana tidak adanya kasih sayang yang diberikan anggota lain tidak berpengaruh terhadap pekerjaannya).
2.3.3.3 Teori Perbandingan Sosial Festinger
Masing-masing orang memiliki konsep diri yang berbeda-beda sehingga menyebakan dirinya melakukan perbandingan diri dengan orang lain. Gejala ini disebut sebagai perbandingan sosial. Perbandingan sosial terjadi manakala orang merasa tidak pasti mengenai kemampuan pendapatnya maka meraka akan mengevaluasi diri mereka melalui perbandingan orang lain yang sama. Perbandingan sosial merupakan proses otomatis dan spontan terjadi. Umumnya motif yang dilakukan manusia dalam melakukan perbandingan sosial adalah untuk mengevaluasi diri sendiri, memperbaiki diri sendiri dan meningkatkan diri sendiri.
Manusia dalam melakukan perbandingan sosial berlaku dalil umum sebagai berikut :
Persamaan (similarity hypothesis) : artinya manusia melakukan perbandingan dengan orang-orang yang sama dengan dirinya (laterla comparison) atau yang sedikit lebih baik dan umumnya manusia tersebut berjuang untuk menjadi lebih baik.
Dikaitkan dengam atribut (related atribut hypothesis) : artinya manusia melakukan perbandingan dengan melihat usia, etnis dan jenis kelamin yang sama
Downward comparison : manusia kadang membandingkan dirinya dengan orang yang lebih buruk dari dirinya. Umumnya ini dilakukan untuk mencari perasaan yang lebih baik atau mengabsahkan diri sendiri (self validating). Disini muncul dalil bahwa manusia kadang tidak objektif dalam melakukan perbandingan sosial
Teori Sosial Comparison (Dorian & Garfinkel, 2002) menyatakan bahwa setiap orang akan melakukan perbandingan antara keadaan dirinya sendiri dengan keadaan orang-orang lain yang mereka anggap sebagai pembanding yang realistis. Perbandingan sosial semacam ini terlibat dalam proses evaluasi diri seseorang, dan dalam melakukannya seseorang akan lebih mengandalkan penilaian subyektifnya dibandingkan penilaian obyektif.
Bila masyarakat terlanjur membentuk pandangan bahwa penampilan fisik yang ideal itu adalah seperti yang dimiliki para model yang ditampilkan dalam media massa, maka akan ada kecenderungan bahwa individu akan membandingkan dirinya berdasarkan standar yang tidak realistis.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa orang-orang yang sebenarnya memiliki proporsi tinggi badan serta berat badan yang normal mungkin saja memiliki penilaian yang negatif mengenai tubuhnya karena menggunakan tubuh model-model yang dilihatnya di media masa sebagai pembanding (Vilegas & Tinsley, 2003). Sampai batas tertentu, proses berpikir kritis terhadap diri sendiri memang akan membantu seseorang untuk menilai dirinya sendiri secara sehat dan untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Festinger (Sarwono, 2004) menyebutkan bahwa teori perbandingan sosial adalah proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interakso sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain.
Ada dua hal yang diperbandingkan dalam hubungan ini, yaitu:
a. Pendapat (opinion)
b. Kemampuan (ability)
Perubahan pendapat relatif lebih mudah terjadi daripada perubahan kemampuan.
Dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan
Festinger mempunyai hipotesis bahwa setiap orang mempunyai dorongan (drive) untuk menilai pendapat dan kemampuannya sendiri dengan cara membandingkannya dengan pendapat dan kemampuan orang lain. Dengan cara itulah orang bisa mengetahui bahwa pendapatnya benar atau tidak dan seberapa jauh kemampuan yang dimilikinya (Sarwono, 2004).
Festinger juga memperingatkan bahwa dalam menilai kemampuan, ada dua macam situasi, yaitu: Pertama, kemampuan orang dinilai berdasarkan ukuran yang obyektif, misalnya kemampuan mengangkat barbel. Kedua, kemampuan dinilai berdasarkan pendapat. Misalnya, untuk menilai kemampuan pelukis berdasarkan pendapat orang lain.
Sumber-sumber penilaian
Orang akan mengagungkan ukuran-ukuran yang obyektif sebagai dasar penilaian selama ada kemungkinan melakukan itu. Namun, jika tidak, maka orang akan menggunakan pendapat atau kemampuan orang lain sebagai ukuran.
Memilih orang untuk membandingkan
Dalam membuat perbandingan dengan orang lain, setiap orang mempunyai banyak pilihan. Namun, setiap orang cenderung memilih orang sebaya atau rekan sendiri untuk dijadikan perbandingan.
Festinger mempunyai hipotesis mengenai hal ini yaitu: kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain menurun jika perbedaan pendapat atau kemampuan dengan orang lain itu meningkat. Dari hipotesisnya itu, terdapat dua hipotesis ikutan (corollary), yaitu:
Kalau ia boleh memilih, seseorang akan memilih orang yang pendapat atau kemampuannya mendekati pendapat atau kemampuannya sendiri untuk dijadikan pembanding.
Jika tidak ada kemungkinan lain kecuali membandingkan diri dengan pendapat atau kemampuan orang lain yang jauh berbeda, maka seseorang tidak akan mampu membuat penilaian yang tepat tentang pendapat atau kemampuannya sendiri.
Dengan menggunakan beberapa hipotesisnya selanjutnya Festinger menarik beberapa kesimpulan (derivasi) untuk tujuan peramalan tingkah laku:
Derivasi A: penilaian orang terhadap dirinya akan mantap (stabil) jika ada orang lain yang pendapat atau kemampuannya mirip dengan dirinya untuk dijadikan pembanding.
Derivasi B: penilaian cenderung akan berubah jika kelompok pembanding yang ada mempunyai pendapat atau kemampuan yang jauh berbeda daripada pendapat atau kemampuan sendiri.
Derivasi C: orang akan kurang tertarik pada situasi-situasi di mana orang lain mempunyai pendapat atau kemampuan yang berbeda dari dirinya sendiri dan akan lebih tertarik pada situasi di mana orang lain mempunyai pendapat atau kemampuan yang hampir sama dengan dirinya sendiri. Dengan perkataan lain, orang akan lebih tertarik pada kelompok yang memberi peluang lebih banyak untuk melakukan perbandingan.
Derivasi D: perbedaan besar dalam suatu kelompok dalam hal pendapat atau kemampuan akan menimbulkan tindakan untuk mengurangi perbedaan itu.
Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan
Seperti yang telah dikatakan di atas, terdapat perbedaan antara kemampuan dan pendapat, pada kemampuan ada desakan untuk berubah ke satu arah, yaitu ke arah kemampuan yang lebih tinggi atau baik sedangkan dalam hal pendapat terdapat keleluasaan untuk terjadinya perubahan ke segala arah.
Atas dasar itu, Festinger mengajukan hipotesis berikutnya, yaitu dalam hal kemampuan terdapat desakan untuk berubah searah yaitu berubah ke atas yang tidak terdapat dalam hal perbedaan pendapat. Hipotesis ini menurut Festinger setidaknya berlaku untuk masyarakat seperti di Amerika Serikat, di mana prestasi yang tinggi sangat dihargai. Dengan kata lain, di lingkungan masyarakat lain di mana prestasi yang tinggi tidak mendapat penghargaan yang tinggi, hipotesis ini belum tentu berlaku.
Hipotesis berikutnya yang dikemukakan Festinger didasarkan pada perbedaan antara kemampuan dan pendapat tersebut adalah: ada faktor-faktor nonsosial ang menyulitkan atau tidak memungkinkan perubahan kemampuan pada seseorang, yang hampir-hampir tidak ada pada perubahan pendapat. Misalnya orang badannya lemah bisa saja berpendapat bahwa ia bisa mengangkat barbel seberat 100 kg. Tetapi kenyataanya ia tetap saja tidak dapat mengangkat barbel tersebut. Lain halnya jika seseorang merasa pendapatnya salah, maka dengan mudah ia mengubah pendapatnya tersebut.
Berhentinya perbandingan
Jika kita melihat Derivasi D di atas, yaitu perbedaan besar dalam suatu kelompok dalam hal pendapat atau kemampuan akan menimbulkan tindakan untuk mengurangi perbedaan itu. Maka akan muncul beberapa kesimpulan lagi, salah satunya adalah jika perbedaan pendapat atau kemampuan dengan orang lain dalam kelompok terlalu besar, maka akan terdapat kecenderungan untuk menghentikan perbandingan-perbandingan.
Konsekuensi pengehentian perbandingan ini berbeda antara pendapat dan kemampuan, karena perbedaan pendapat seseorang dari kelompok berarti pendapat orang itu tidak benar, sedangkan konotasi negatif seperti itu tidak selalu terdapat pada perbedaan kemampuan.
Mengenai hal ini, Festinger mengemukakan hipotesis bahwa sejauh perbandingan yang berkepanjangan dengan orang lain menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan, penghentian perbandingan akan diikuti oleh perasaan bermusuhan dan kebencian. Hipotesis ini pun memiliki hipotesis ikutan yang menyatakan bahwa penghentian perbandingan akan diikuti oleh perasaan bermusuhan atau kebencian hanya dalam hal perbedaan pendapat, tidak dalam hal perbedaan kemampuan.
Desakan ke arah keseragaman
Setiap faktor yang meningkatkan dorongan untuk membandingkan pendapat atau kemampuan dengan sendirinya juga akan merupakan faktor yang mendesak ke arah tercapainya keseragaman pendapat atau kemampuan yang bersangkutan. Atau dengan kata lain bahwa setiap faktor yang meningkatkan pentingnya suatu kelompok sebagai kelompok pembanding untuk suatu pendapat atau kemampuan akan merupakan faktor yang meningkatkan desakan ke arah keseragaman dalam hal pendapat atau kemampuan tersebut.
Desakan ke arah keseragaman pendapat atau kemampuan tergantung dari daya tarik kelompok itu. Semakin menarik kelompok itu bagi seseorang, semakin penting arti kelompok itu sebagai pembanding dan semakin kuat pula desakan pada orang itu untuk mengurangi perbedaan antara dirinya sendiri dengan kelompok. Hal tersebut terlihat dalam perilaku-perilaku sebagai berikut:
a. kecenderungan untuk mengubah pendapat sendiri
b. usaha yang semakin meningkat untuk mengubah pendapat orang lain
c. kecenderungan yang meningkat untuk membuat orang lain kurang senang
Jika ada berbagai pendapat atau kemampuan dalam kelompok, manifestasi dari kekuatan desakan ke arah keseragaman berbeda-beda antara orang yang ada di dekat pendapat umum kelompok (modus pendapat kelompok) dengan orang yang jauh dari modus pendapat. Khususnya orang yang dekat dengan modus pendapat kelompok, mempunyai kekuatan yang lebih besar untuk mengubah posisi pendapat atau kemampuan orang lain, relatif lebih lemah kecenderungannya untuk memperkecil kemungkinan perbandingan dan sangat lemah kecenderungannya untuk mengubah posisinya sendiri jika dibandingkan dengan orang yang jauh dari modus pendapat kelompok.
Pengaruhnya terhadap pembentukan kelompok
Dorongan untuk menilai diri sendiri mempunyai pengaruh yang penting terhadap pembentukan kelompok dan perubahan keanggotaan kelompok:
Karena perbandingan hanya bisa terjadi dalam kelompok, maka untuk menilai diri sendiri orang terdorong untuk berkelompok dan menghubungkan dirinya sendiri dengan orang lain.
Kalompok yang paling memuaskan adalah yang pendapatnya paling dekat dengan pendapat sendiri. Oleh karena itu, orang lebih tertarik pada kelmpok yang pendapatnya sama dengan pendapat sendiri dan cenderung menjauhi kelompok-kelompok yang pendapatnya berbeda dari pendapat sendiri.
Konsekuensi-konsekuensi dari perbandingan yang dipaksakan
Jika perbedaan-perbedaan pendapat atau kemampuan dalam kelompok terlalu besar, maka kelompok akan mengatur dirinya sedemikian rupa sehingga perbedaan itu dapat didekatkan dan perbandingan dapat dilakukan.
Akan tetapi, Festinger mengatakan bahwa ada dua situasi di mana hal tersebut tidak terjadi, yaitu di mana perbedaan tetap besar, tetapi perbandingan tetap harus dilakukan. Kedua situasi tersebut adalah:
Situasi di mana kelompok itu sangat menarik bagi seseorang sehingga orang itu tetap saja ikut dalam kelompok walaupun pendapat atau kemampuannya cukup jauh berbeda dari pendapat atau kemampuan kelompok.
Situasi di mana individu terpaksa harus ikut terus dengan kelompok karena tidak ada kemungkinan lain, misalnya orang yang dipenjara, atau harus tetap bekerja walaupun tidak suka pada perusahaan tempatnya bekerja. Dalam hal ini pengaruh kelompok terhadap individu lemah dan keseragaman pendapat hanya dapat dicapai melalui paksaan atau kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar