2.5 Teori Komunikasi Massa
2.5.1 Definisi Teori Komunikasi Massa
Terdapat berbagai macam pendapat tentang pengertian komunikasi massa. Ada yang menilai dari segmen khalayaknya, dari segi medianya, dan ada pula dari sifat pesannya.
Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan film.
Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi sebelumnya, komunikasi massa memiliki ciri tersendiri. Sifat pesannya terbuka dengan khalayak yanh variatif, baik dari segi usia, agama, suku, pekerjaan, maupun dari segi kebutuhan.
Ciri lain yang dimiliki komunikasi massa ialah sumber dan penerima dihubungkan oleh saluran yang telah diproses secara mekanik. Sumber juga merupakan sumber lembaga atau institusi yang terdiri dari banyak orang, misalnya reporter, penyiar, editor teknisi, dan sebagainya. Oleh karena itu, proses penyampaian pesannya lebih formal, terencana (dipersiapkan lebih awal), terkendali oleh redaktur dan lebih rumit, dengan kata lain melembaga.
Pesan komunikasi massa berlangsung satu arah dan tanggapan baliknya lambat (tertunda) dan sangat terbatas. Akan tetapi, dengan perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat, khususnya media massa elektronik seperti radio dan telivisi, maka umpan balik dari khalayak bisa dilakukan dengan cepat kepada penyiar, misalnya melalui program interaktif.
Selain itu, sifat penyebaran pesan melalui media massa berlangsung begitu cepat, serempak dan luas. Ia mampu mengatasi jarak dan waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan. Dari segi ekonomi, biaya produksi komunikasi massa cukup mahal dan memerlukan dukungan tenaga kerja relatif banyak untuk mengelolanya.
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya saja, media massa berasal dari kata media of mass communication (media komunikasi massa). Media massa apa? Media massa (atau saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern. Hal ini perlu ditekankan sebab ada media yang bukan media massa, yakni media tradisional seperti kentongan, gamelan, angklung, dan lain-lain. Jadi disini jelas media massa menunjuk dari hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.
Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Menurut Michael W Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) sesuatu bisa didefinisikan komunikasi massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:
Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan dan mentransmisikan pesan kepada khalayak yang luas dan tersebar.
Komunikator dalam komunikasi massa mencoba untuk berbagi pengetahuan dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain.
Pesan yang disampaikan bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang, dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain.
Komunikator dalam komunikasi massa biasanya berupa organisasi formal atau berbentuk suatu lembaga.
Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan yang disampaikan atau disebarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa.
Umpan balik yamg diterima dalam komunikasi massa sifatnya tertunda.
Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan dengan mengunakan media massapada sejumlah besar orang.
Joseph R. Dominick: Komunikasi massa adalah suatu proses dimana suatu organisasi yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang besar, heterogen, dan tersebar.
Jalaluddin Rakhmat merangkum: Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction to the study of communication,
Pengertian pertama: komunikasi massa adalah komunikasi yang dijtujukan kepada massa, kepada khlayak yang luar biasa banyaknya. Ini bukan berarti khlayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang ang menonton televisi, setidaknya cakupan khlayak itu besar dan pada umumnya sukar untuk didefinisikan.
Pengertian kedua :Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan visual. Komunikasi barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya, seperti : (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita.)
William R. Rivers dkk komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara:
1. Komunikasi oleh media.
2. Komunikasi untuk massa.
Namun, Komunikasi Massa tidak berarti komunikasi untuk setiap orang. Pasalnya, media cenderung memilih khalayak; demikian pula, khalayak pun memilih-milih media.
Karakteristik Komunikasi Massa menurut William R. Rivers dkk.:
Satu arah.
Selalu ada proses seleksi –media memilih khalayak.
Menjangkau khalayak luas.
Membidik sasaran tertentu, segmentasi.
Dilakukan oleh institusi sosial (lembaga media/pers); media dan masyarakat saling memberi pengaruh/interaksi.
McQuail menyebut ciri utama komunikasi massa dari segi:
Sumber : bukan satu orang, tapi organisasi formal, “sender”-nya seringkali merupakan komunikator profesional.
Pesan : beragam, dapat diperkirakan, dan diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak; merupakan produk dan komoditi yang bernilai tukar.
Hubungan pengirim-penerima bersifat satu arah, impersonal, bahkan mungkin selali sering bersifat non-moral dan kalkulatif.
Penerima merupakan bagian dari khalayak luas.
Mencakup kontak secara serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima.
Lengkapnya, Karakteristik Komunikasi Massa menurut para pakar komunikasi :
Komunikator Melembaga (Institutionalized Communicator) atau Komunikator Kolektif (Collective Communicator) karena media massa adalah lembaga sosial, bukan orang per orang.
Pesan bersifat umum, universal, dan ditujukan kepada orang banyak.
Menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan keserentakan (instantaneos) penerimaan oleh massa.
Komunikan bersifat anonim dan heterogen, tidak saling kenal dan terdiri dari pribadi-pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang sosial, budaya, agama, usia, dan pendidikan.
Berlangsung satu arah (one way traffic communication).
Umpan Balik Tertunda (Delayed Feedback) atau Tidak Langsung (Indirect Feedback); respon audience atau pembaca tidak langsung diketahui seperti pada komunikasi antarpribadi.
Ada lima tahap yang berbeda yang membentuk proses komunikasi massa:
Sebuah pesan diformulasikan oleh komunikator profesional.
Pesan akan dikirim dengan cara yang relatif cepat dan berkelanjutan melalui penggunaan media (biasa dipergunakan cetak, film, atau siaran).
Pesan mencapai relatif besar dan beragam (yaitu, massa) penonton, yang hadir ke media dengan cara selektif.
Setiap anggota dari penonton menafsirkan pesan sedemikian rupa sehingga mereka mengalami makna yang kurang lebih paralel dengan yang dimaksudkan oleh komunikator professional.
Sebagai hasil dari ini mengalami makna, anggota audiens dipengaruhi dalam beberapa cara: yaitu, komunikasi memiliki beberapa efek.
2.5.2 Asumsi Teori Komunikasi Massa
Dasar adanya teori ini karena zaman terus berkembang dimana manusia semakin kritis dan perkembangan teknologi tidak bisa dan tidak boleh dihentikan. Informasi semakin mudah diciptakan dan didapatkan karena perkembangan media massa yang sedemikian pesat. Pesatnya perkembangan teknologi di bidang komunikasi massa mau tak mau akan memberikan banyak efek yang beragam bagi setiap individu yang menerimanya, efek ini dapat membuat pintar publik namun dapat juga menyebabkan pembodohan terhadap publik. Namun demikian, komunikasi massa tetap menjadi sebuah perwujudan dari perkembangan zaman yang seharusnya dilihat dan dijaga agar tetap selalu berefek positif sesuai dengan fungsi dari komunikasi massa itu sendiri. Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari komunikasi massa, antara lain :
1. Fungsi pengawasan
Pengawasan peringatan
Pengawasan instrumental
2. Fungsi interpretasi
3. Fungsi hubungan (linkage)
4. Fungsi sosialisasi
5. Fungsi hiburan
Disamping itu dalil yang mendasari munculnya komunikasi massa, diantaranya :
Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait; media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki aturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain pihak, institusi media diatur oleh masyarakat.
Media massa merupakan sumber kekuatan atau alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional atau internasional.
Media sering sekali berperan sebgai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembanagan tata-cara, mode , gaya hidup dan norma-norma.
Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.
2.5.3 Teori-teori Komunikasi Massa; Pencetus Teori dan Latar
Belakang Teori.
2.5.3.1 Teori Kegunaan dan Kepuasan(Uses and Gratifications Theory)
Teori kegunaan dan kepuasan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974 oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler dan Michael Gurevitch. Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif dalam memilih dan menggunakan media massa. Audience atau khalayak memiliki peran yang aktif dalam memilih media dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan khalayak juga selektif dalam memilih media yang tepat dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Teori ini merupakan kebalikan dari teori jarum hipodermik atau teori peluru dimana pada teori tersebut audience atau khalayak dianggap pasif dan media sangat powerful dalam menyuntikkan pesan-pesannya kepada khalayak. Sementara dalam teori ini khalayak yang justru powerful dalam memilih media dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Hal ini memiliki arti bahwa terjadi proses seleksi media yang dilakukan oleh khalayak.
Formula yang dirumuskan untuk menjelasakan teori ini adalah probabilitas seleksi akan sama dengan janji imbalan dibagi dengan upaya yang diperlukan. Formula ini menjelaskan bahwa imbalan atau hal yang didapat oleh khalayak dalam memenuhi kebutuhannya dibandingkan dengan upaya yang diperlukan dalam mengakses media tersebut atau manfaat yang akan diperoleh akan menghasilkan kemungkinan dipilihnya media massa tersebut oleh khalayak dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Gratifikasi atau kepuasan yang bersifat umum antara lain pelarian dari rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan informasi dan kontak sosial.
Bahkan sebelumnya karya klasik oleh Herta Herzog (1944) memulai tahap awal penelitian Kegunaan dan Gratifikasi. Dia berusaha membagi alsan-alasan orang melakukan bentuk-bentuk alsan yang berbeda mengenai perilaku media, seperti membaca surat kabar dan membaca radio.
Herxog mempelajari mengenai peran dari keinginan dan kebutuhan khalayak, dan ia sering kali diasosiakan sebagai pelopor asli teori Kegunaan dan Gratifikasi (meskipun label ini baru muncul di kemudian hari)
Asumsi Dasar Teori dan Uraian Teori
Menurut Katz, Blumler, Gurevitch, (1974:20) mereka juga merumuskan asumsi-asumsi dasar teori ini, diantaranya :
Khalayak dianggap aktif; artinya,sebagian penting dari penggunaan meida massa dirumuskan mempunyai tujuan.
Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya.
Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari dat yang diberikan anggota khalayak; artinya, orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
Penilaian tentang aarti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu oleh khlayak. (Blummler, dan Katz 1974:22).
Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).
Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain.
Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387).
Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).
Teori kegunaan dan kepuasan juga adalah salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan sering digunakan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?”
Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan social
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).
Teori ini juga membahas mengenai kebutuhan dan biasanya sangat erat kaitannya dengan teori Maslow, yang terdiri atas :
Physiological Needs
Safety Needs
Belonging Needs
Esteem Needs
Self-actualization Needs
Uses and Gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam
2.5.3.2 Teori Agenda Setting (Agenda Setting Theory)
Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu;
Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain;
Salah satu aspek yang paling penting dalam konsep penentuan agenda adalah peran fenomena komunikasi massa, berbagai media massa memiliki penentuan agenda yang potensial berbeda termasuk intervensi dari pemodal
“Pers mungkin tidak berhasil banyak waktu dalam menceritakan orang-orang yang berpikir, tetapi berhasil mengalihkan para pemirsa dalam berpikir tentang apa” Bernard C. Cohen, 1963.
Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada konsep “The World Outside and the Picture in our head”, penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw ketika mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972.
Mereka mengatakan antara lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas social kita, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menonjolkan berita. Khalayak bukan saja belajar tentang isu-isu masyarakat dan hal-hal lain melalui media, meraka juga belajar sejauhmana pentingnya suatu isu atau topik dari penegasan yang diberikan oleh media massa.
Media massa berfungsi menyusun agenda untuk diskusi, kebutuhan-kebutuhan dan kehidupan orang-orang. penting atau tidaknya diskusi tersebut ditentukan dan diperluas oleh media massa. Menurut teori ini media massa mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan jenis mediannya.
Misalnya, televisi mempunyai agenda settingnya berlaku dalam waktu pendek yang memprioritaskaan pada agenda setting sebagai lampu sorot. Adapun pada surat kabar sangat memperhatikan agenda setting tentang masalah publik, politik, atau masalah-masalah yang sedang aktual di masyarakat.
Mengikuti pendapat Chaffed dan Berger (1997) ada beberapa catatan penting yang perlu dikemukakan untuk memperjelas teori ini:
Teori ini mempunyai kekuatan penjelas untuk menerangkan mengapa orang sama-sama menganggap penting suatu isu.
Teori ini mempunyai kekuatan memprediksikan sebab memprediksi bahwa jika orang-orang mengekspos pada satu media yang sama, mereka akan merasa isu yang sama tersebut penting.
Teori ini dapat dibuktikan salah jika orang-orang tidak mengekspos media yang sama maka mereka tidak akan mempunyai kesamaan bahwa isu media itu penting.
Sementara itu, Stephen W. Littlejhon (1992) pernah mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam tiga bagian sebagai berikut:
Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda setting media itu terjadi pada waktu pertama kali.
Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya.
Agenda pubik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dinggap penting bagi individu.
Dengan demikian, agenda setting ini memprediksikan bahwa agenda media mempengaruhi agenda publik, semantara agenda publik sendiri akhirnya mempengaruhi agenda kebijakan.
Asumsi Dasar dan Uraian Teori
Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, “gatekeepers” seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitkan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu pada televisi dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada suratkabar, frekuensi penayangan, posisi dalam suratkabar, posisi dalam jam tayang). Karena pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh kebanyakan informasi melalui media massa, maka agenda media tentu berkaitan dengan agenda masyarakat (public agenda).
Agenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada anggota-anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat (Community Salience).
Model agenda setting menghidupkan kembali model jarum hipodermik, tetapi fokus penelitian telah bergeser dari efek pada sikap dan pendapat kepada efek kesadaran dan efek pengetahuan. Asumsi dasar teori ini, menurut Cohen (1963) adalah : The press is significantly more than a surveyor of information and opinion. It may not be successful much of the time in telling the people what to think, but it stunningly successful in telling leaders what to think about. To tell what to think about. artinya membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dengan teknik pemilihan yang menonjol, media memberikan test case tentang isu apa yang lebih penting. Asumsi agenda setting model ini mempunyai kelebihan karena mudah untuk diuji.
Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang lebih banyak mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media massa. oleh karena itu agenda setting model menekankan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan tersebut. Dengan kata lain, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat (Elvinaro, dkk, 2007: 76-77).
Dampak media massa, kemampuan untuk menimbulkan perubahan kognitif di antara individu-individu, telah dijuluki sebagai fungsi agenda setting dari komunikasi massa. Disinilah terletak efek komunikasi massa yang terpenting, kemampuan media untuk menstruktur dunia buat kita. Tapi yang jelas Agenda Setting telah membangkitkan kembali minat peneliti pada efek komunikasi massa.
2.5.3.3 Media Equation Theory (Teori Persamaan Media)
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Byron Reeves dan Clifford Nass (professor jurusan komunikasi Universitas Stanford Amerika) dalam tulisannya The Media Equation: How People Treat Computers, Television, and New Media Like Real People and Places pada tahun 1996. Teori ini relatif sangat baru dalam dunia komunikasi massa.
Media Equation Theory atau teori persamaan media ini ingin menjawab persoalan mengapa orang-orang secara tidak sadar dan bahkan secara otomatis merespon apa yang dikomunikasikan media seolah-olah (media itu) manusia? Dengan demikian, menurut asumsi teori ini, media diibaratkan manusia. Teori ini memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to face.
Misalnya, kita berbicara (meminta pengolahan data) dengan komputer kita seolah komputer itu manusia. Kita juga menggunakan media lain untuk berkomunikasi. Bahkan kita berperilaku secara tidak sadar seolah-olah media itu manusia.
Dalam komunikasi interpersonal misalnya, manusia bisa belajar dari orang lain, bisa dimintai nasihat, bisa dikritik, bisa menjadi penyalur kekesalan atau kehimpitan hidup. Apa yang bisa dilakukan pada manusia ini bisa dilakukan oleh media massa.
Dalam media cetak misalnya, kita bisa meminta nasihat masalah-masalah psikologi pada rubrik konsultasi psikologi di media massa itu, kita bisa mencari jodoh juga bisa lewat media, misalnya dalam rubrik kontak jodoh. Kita bisa tertawa, sedih, iba terhadap apa yang disajikan media. Intinya, layaknya manusia media bisa melakukan apa saja yang dikehendaki individu bahkan bisa jadi lebih dari itu.
Contoh lain adalah ketika kita melihat televisi. Jika televisi yang kita lihat itu ukurannya kecil dan suaranya kecil, ada kemungkinan kita menontonnya lebih dekat jika dibanding dengan televisi yang besar. Kita bisa meniru berbagai adegan dalam televisi sama persis seperti yang disajikannya. Perilaku semacam itu, sama seperti yang dilakukan pada individu yang lain. Ketika yang kita ajak bicara suaranya kecil, kita cenderung mendekat.
Dalam hal ini televisi dan komputer diberlakukan sebagai aktor sosial. Artinya, aturan yang mempengaruhi perilaku setiap hari individu-individu dalam interaksi dengan orang lain relatif sama seperti ketika orang-orang berinteraksi dengan komputer atau televisi. Kalau orang berinteraksi dengan memakai aturan tertentu, televisi dan komputer juga punya aturan tertentu juga seperti dalam situasi lingkungan sosial.
Dalam proses interaksi sosial dikatakan bahwa orang-orang cenderung dekat dan menyukai satu sama lain karena terjadinya kesamaan satu sama lain, misalnya kesamaan kebutuhan, kepercayaan, status sosial, senasib dan lain-lain. Para penonton televisi pun punya kecenderungan melihat acara-acara televisi yang bisa memenuhi kebutuhannya atau bahkan mereka menonton televisi dengan alasan kurang kuat karena ada persamaan kepercayaan. Sekedar contoh misalnya, penonton dari kalangan Islam tentunya akan enggan menonton acara masak-memasak di televisi dengan bahan utamanya daging babi.
Alasannya, daging babi dianggap haram (tidak boleh dimakan) oleh umat ini. Hal demikian akan berbeda dengan penganut agama lain yang tidak mengharamkan daging babi. Itu artinya, orang-orang menggunakan televisi atau komputer tidak sekedar peralatan saja, tetapi aktor sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar