Jumat, 22 April 2016

Teori Dramatisme

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Latar Belakang

Sering kali dalam hidup kita menemui orang yang ahli retorika namun perbuatannya tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya. Ahli retorika di sini tak hanya berkutat mengenai orang-orang yang berdakwah ataupun berpidato. Akan tetapi meliputi pula para orator dan publik figur, seperti artis dan pejabat. Kita seakan terhipnotis mendengar kata-katanya sehingga percaya seratus persen pada setiap ucapannya. Tapi di hari selanjutnya kita mendapati kata-kata yang mereka ucapkan hanya kebohongan belaka. Mereka bagai aktor dalam sebuah sandiwara dan kita penontonnya.
Fenomena tersebut, oleh Kenneth Burke dianalisis melalui teori dramatisme. Yakni teori yang berusaha memahami tindakan dan kehidupan manusia sebagai drama. Dan alasan diterapkannya ide Burke ini berkaitan dengan fokusnya pada simbol. Dramatisme sendiri memberikan fleksibilitas pada para peneliti untuk mempelajari sebuah objek kajian dari berbagai macam sudut pandang.

Rumusan Masalah

Bagaimanakah asumsi teori dramatisme?

Bagaimanakah dramatisme sebagai retorika baru?

Bagaimanakah konsep teori dramatisme?

Tujuan

Mengetahui asumsi teori dramatisme

Memahami dramatisme sebagai retorika baru

Memahami konsep teori dramatisme

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Dramatisme

Tahun 1995, kenneth Duva Burkhe memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi social dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan social. Tujuan dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan. Pandangan burkhe adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama.

Teori dramatisme adalah teori yang mencoba memahami tindakan kehidupan manusia sebagai drama. Teori ini membandingkan sebuah pertunjukan dan menyatakan bahwa, sebagaimana dalam sebuah karya teatrikal, kehidupan membutuhkan seorang actor, sebuah adegan, beberapa alat untuk menjadikan adegan itu, dan sebuah tujuan.

2.2 Asumsi Teori Dramatisme

1. Manusia adalah hewan yang menggunakan simbol.

Beberapa perilaku yang dilakukan manusia dimotivasi oleh naluri hewan yang ada dalam dirinya dan beberapa hal lainnya dimotivasi oleh simbol-simbol. Dari semua simbol yang digunakan manusia yang paling penting adalah bahasa.

2. Bahasa dan simbol membentuk sebuah sistem yang sangat penting bagi manusia.

Sapir dan Whorf (1921; 1956) menyatakan bahwa sangat sulit untuk berfikir mengenai konsep atau objek tanpa adanya kata-kata bagi mereka. Jadi, orang dibatasi (dalam batas tertentu) dalam apa yang dapat mereka pahami oleh karena batasan bahasa mereka. Ketika manusia menggunakan bahasa, mereka juga digunakan oleh bahasa tertentu. Ketika bahasa dari suatu budaya tidak mempunyai simbol untuk motif tertentu, maka pembicara yang menggunakan bahasa tersebut juga cenderung untuk tidak memiliki motif tersebut. Kata-kata, pemikiran, dan tindakan memiliki hubungan yang sangat dekat satu sama lain.

3. Manusia adalah pembuat pilihan. Dasar utama dari dramatisme adalah pilihan manusia.

Hal ini ada hubungannya dengan konseptualisasi akan agensi (agency), atau kemampuan aktor sosial untuk bertindak sebagai hasil pilihannya.

2.3 Dramatisme sebagai Retorika Baru

Dramatisme merupakan retorika baru, bedanya dengan retorika lama adalah retorika baru lebih menekankan pada identifikasi dan hal ini dapat mencakup faktor-faktor yang secara parsial “tidak sadar” dalam mengajukan pernyataannya. Disamping itu retorika lama lebih menekankan pada persuasi dan desain yang terencana.

2.4 Proses Rasa Bersalah dan Penebusan

Konsubstansiasi, atau masalah mengenai identifikasi dan substansi, berhubungan dengan siklus rasa bersalah/penebusan karena rasa bersalah dapat dihilangkan sebagai hasil identifikasi dan pemisahan. Bagi Burke, proses rasa bersalah dan penebusan mengamankan keseluruhan konsep simbolisasi. Rasa bersalah (tekanan, rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang menyebalkan lainnya) adalah motif utama untuk semua aktifitas simbolik, dan Burke mendefinisikan rasa bersalah secara luas untuk mencakup berbagai jenis ketegangan, rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang tidak menyenangkan lainnya. Hal yang sama dalam teori Burke adalah bahwa rasa bersalah adalah sifat intrinsik yang ada dalam kondisi manusia. Karena itu jika kita terus merasa bersalah, kita juga terus berusaha untuk memurnikan diri kita sendiri dari ketidaknyamanan rasa bersalah. Proses merasa bersalah dan berusaha untuk menghilangkannya ada di dalam siklus Burkhe, yang mengikuti pola yang dapat diprediksi :

1. Tatanan atau hierarki (peringkat yang ada dalam masyarakat terutama karena kempuan kita untuk menggunakan bahasa).

2. Negatifitas (menolak tempat seseorang dalam tatanan sosial; memperlihatkan resistensi).

3. Pengorbanan (cara dimana kita berusaha untuk memurnikan diri kita dari rasa bersalah yang kita rasakan sebagai bagian dari menjadi manusia).

Ada dua metode untuk memurnikan diri dari rasa bersalah, dengan menyalahkan diri sendiri) dan pengkambinghitaman (salah satu metode untuk memurnikan diri dari rasa bersalah, dengan menyalahkan orang lain).

4. Penebusan (penolakan sesuatu yang tidak bersih dan kembali pada tatanan baru setelah rasa bersalah diampuni sementara).

2.5 Pentad

Selain mengembangkan teori dramatisme, Burke menciptakan suatu metode untuk menerapkan teorinya terhadap sebuah pemahaman aktifitas simbolik. Metode tersebut adalah pentad (metode untuk menerapkan dramatisme).
Hal-hal ini yang diperhatikan untuk menganalisis teks simbolik, yaitu:

1. Tindakan (sesuatu yang dilakukan oleh seseorang).

2. Adegan (konteks yang melingkupi tindakan).

3.  Agen (orang yang melakukan tindakan).

4.  Agensi (cara-cara yang digunakan untuk melakukan tindakan).

5. Tujuan (hasil akhir yang dimiliki agen dari suatu tindakan).

6. Sikap (cara dimana agen memosisikan diri relative terhadap elemen lain).

Kita menggunakan pentad untuk menganalisis sebuah interaksi simbolik.

CONTOH:

Syahrini dan bulu mata

Syahrini yang dengan bangganya memamerkan bulu mata anti badainya, atau jambul katulistiwanya. Melalui ucapannya di media yang mengenalkan bulu mata yang sering syahrini gunakan, “bulu mata anti badai”, syahrini sepertinya hendak menampilkan sosok seorang trand fashion. Trend bulu mata syahrini pun menjadi trend yang paling booming pada tahun 2013. Namun ada hal yang tidak dipikirkan sebelumnya oleh banyak masyarakat ketika syahrini memamerkan bulu matanya bahwa hal tersebut merupakan menjadi salah satu cara yang dapat mempromosikan bisnis dari syahrini, sekedar berbagi informasi seputar gaya fashionnya.
Setelah pulang dari amerika serikat syahrini langsung merambah dunia bisnis dengan meluncurkan lima jenis bulu mata palsu. Syahrini mepromosikan dengan bercerita di media jika memakai bulu mata tersebut bias tambah cetar dan membahana seperti dirinya. Ada lima jenis bulu mata yang yang diluncurkannya yaitu, merak, khatulistiwa, cakrawala, surya kencana, dan cendrawasih. Menurut syahrini, ia tidak mau main-main dengan bisnisnya tersebut sehingga mencari bentuk bulu mata yang cocok dengan orang Indonesia. Hal tersebut terdengar syahrini mencari simpati orang Indonesia dengan bercerita seperti itu, “tidak mau main-main dengan bisnis barunya tersebut sehingga mencari bentuk bulu mata  yang cocok dengan orang Indonesia”. Dalam pembicaraannya di media syahrin juga bercerita bahwa, bisnis bulu mata merupakan satu diantara resolusinya di tahun 2013 karena untuk soal menyanyi semua orang sudah tau.
Untuk menganalisis kasus syahrini dapat menggunakan metode “pentad”
Tindakan: burke menganggap tindakan sebagai apa yang dilakukan oleh seseorang.

Dalam kasus syahrini dan bulu matanya, tindakannya adalah syahrini meluncurkan bulu mata hasil karyanya sendiri.

1. Adegan: konteks yang melingkupi tindakan. Dalam kasus syahrini adegan termasuk saat dimana syahrini menjadi trendsetter, ketika gaya syahrini booming.

2. Agen: orang-orang yang melakukan tindakan. Dalam kasus ini syahrini adalah agen, yang melakukan tindakan: meluncurkan bulu mata palsu.

3. Agensi: cara-cara yang digunakan oleh agen untuk menyelesaikan tindakan.

4. Penceritaan syahrini di media massa tentang fashionnya, terutama bulu matanya.

5. Tujuan: hasil akhir yang ada di dalam bentuk agen untuk tindakan, mengapa tindakan itu dilakukan. Syahrini ini beragumen tujuannya untuk benar-benar bisnis.

6. Sikap: cara dimana seorang actor memosisikan dirinya dibandingkan dengan orang lain.

BAB III
KESIMPULAN

Teori Dramatisme memberikan kita suatu pemahaman tentang konsep kehidupan yang dijalankan layaknya sebuah drama. Dalam suatu proses kehidupan, tindakan, perilaku dan sesuatu yang dihasilkan dapat menjadi sebuah motivasi serta pengalaman yang berharga dimasa depan.
Tujuan Dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia harus melakukan apa yang mereka lakukan.
Dramatisme memandang aspek budaya dan bahasa sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

    West, Richard, 2008. Pengantar Teori Komunikasi, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

    Richard West, Lynn H. Turner, Pengantar teori komunikasi, Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar